BiografiEducationStory

Abdul Haris Nasution : Jenderal Besar, Konseptor Perang Gerilya dan Dwifungsi ABRI

Abdul Haris Nasution

Biografi Tokoh – Di balik kepribadian seorang Jenderal Besar Abdul Haris Nasution terdapat jejak-jejak keberanian dan kebijaksanaan yang sulit dilupakan oleh sejarah bangsa ini. Dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1918, di tengah-tengah keindahan Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Nasution tumbuh dari seorang anak petani yang sederhana. Namun, takdir telah menuliskan perjalanan hidupnya dengan catatan yang gemilang di panggung sejarah.

Sebelum terjun ke dunia militer, Nasution telah merasakan dinginnya dunia pendidikan sebagai seorang guru di Bengkulu dan Palembang. Namun, panggilan jiwa yang lebih tinggi membawanya memutuskan untuk mengikuti jejak perwira-perwira muda lainnya dalam membela tanah air. Tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan, Nasution tak ragu untuk mendaftarkan diri, memulai perjalanan baru yang akan membentuknya menjadi tokoh besar.

Pertempuran pertamanya melawan penjajah Jepang terjadi di Surabaya tahun 1942, di mana semangat patriotiknya telah teruji dalam medan yang keras. Namun, bukan kekalahan yang membuatnya menyerah. Nasution, dengan semangat yang berkobar-kobar, melanjutkan perjuangan setelah kekalahan Jepang, bersama para pemuda eks-Peta, mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Dari sini, perjalanan karirnya di lintasan kepemimpinan militer semakin menanjak.

Ketika dipercaya menjadi Panglima Divisi Siliwangi, Nasution mulai menorehkan namanya dalam sejarah dengan gagasan-gagasan revolusioner. Pada masa Revolusi Kemerdekaan II (1948-1949), beliau menyusun doktrin-doktrin pertahanan rakyat total yang hingga kini masih menjadi landasan bagi strategi pertahanan Indonesia. Gagasan-gagasan Nasution tak hanya sekadar teori, namun juga turut melahirkan bukti nyata di medan pertempuran, di mana perang gerilya menjadi senjata utama dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Baca Juga : Hercules dan Kerajaan Makedonia Yunani Kuno

Namun, perjalanan Nasution tidak selalu mulus. Kontribusinya dalam membentuk konsep dwifungsi ABRI juga menghadirkan kontroversi, di mana konsep yang awalnya membawa harapan untuk menjaga stabilitas negara, kemudian terdistorsi dalam praktek yang berujung pada represi politik. Meski demikian, jejak kepemimpinannya tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari narasi sejarah bangsa ini, mengingatkan kita akan kompleksitas perjalanan bangsa yang penuh liku dan tantangan.

Pak Nas, demikianlah panggilan akrab bagi Abdul Haris Nasution, seorang sosok yang menarik dan penuh kontradiksi dalam perjalanannya. Meskipun mengagumi Soekarno, hubungannya dengan sang presiden pertama tidak pernah terbebas dari konflik. Ketegangan keduanya mencapai puncaknya saat Nasution menentang campur tangan politisi sipil dalam urusan militer, bahkan sampai mengajukan petisi agar Parlemen dibubarkan pada Peristiwa 17 Oktober 1952. Konflik ini membawanya ke puncak kemuncak kekuasaan, tetapi juga menjadi titik balik yang menandai kepemimpinannya.

Related posts

Women’s Sports History: From Restriction to Pinnacle Achievements

Editor

Hari Guru Nasional: Perjalanan Perjuangan dan Penghargaan

Imam

Kemana Perginya Cahaya Saat Lampu Dimatikan? Ini Jawaban Ilmiahnya!

Imam

Leave a Comment