JAKARTA — Panggung perbankan Indonesia kembali diramaikan dengan drama yang menarik perhatian publik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah meracik resep baru dalam wadah aturan transparansi suku bunga kredit perbankan. Tujuannya, tak lain dan tak bukan, untuk meredam lonjakan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang disoroti sebagai penyebab ketidakseimbangan dalam perbankan Tanah Air.
Meski belum resmi terbit, aturan transparansi suku bunga ini telah menimbulkan getaran di kalangan pelaku industri keuangan. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, memberikan bocoran bahwa meski belum meluncur ke publik, “draft aturan tersebut sudah ada. Ini terkait masalah transparansi, bagaimana bank menetapkan komponen-komponen bunga,” ungkap Dian dalam sebuah konferensi pers di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sementara para bank konvensional sedang bersiap-siap menghadapi perubahan aturan yang akan segera meluncur, bank-bank digital malah tampil beda. Mereka seperti mendendangkan lagu kemenangan dengan membukukan NIM yang semakin melambung tinggi. Seolah menantang arus, PT Allobank Indonesia Tbk. (BBHI) dan PT Bank SeaBank Indonesia (SeaBank) mencatatkan NIM yang membuat banyak orang tercengang.
Menurut Dian Ediana Rae, aturan baru transparansi suku bunga ini akan segera meluncur dalam beberapa bulan ke depan. Upaya ini sejalan dengan ambisi OJK untuk mengendalikan NIM perbankan Indonesia yang dinilai terlalu tinggi. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri mengangkat isu ini dalam pidato pembukaannya pada acara PTIJK 2023 awal tahun ini, menyatakan bahwa margin bunga perbankan di Indonesia mencapai tingkat tertinggi di dunia.
Berdasarkan data OJK, NIM bank Indonesia per September 2023 mencapai 4,85%. Angka ini memang tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Melansir data The Global Economy, NIM perbankan Indonesia pada tahun 2021 berada di urutan ke-31 tertinggi secara global. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia bahkan menempati posisi kedua setelah Kamboja dengan margin bunga bersih sebesar 5,35%, selisih 29 basis poin (bps).
Namun, yang membuat perhatian lebih terfokus adalah performa gemilang bank-bank digital di Tanah Air. Seakan tak terpengaruh oleh arus regulasi yang akan segera bergulir, mereka mencatatkan NIM yang jauh melampaui raksasa-raksasa perbankan konvensional. PT Allobank Indonesia Tbk. (BBHI) dan PT Bank SeaBank Indonesia (SeaBank) menjadi sorotan utama, mengukir prestasi dengan NIM masing-masing 18,75% dan 17,22% per September 2023.
Jangan kira itu saja, sebab bank-bank digital lainnya seperti PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR), Allo Bank, dan Superbank juga tak mau ketinggalan dalam perburuan NIM tertinggi. PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) mencatatkan NIM mencengangkan sebesar 18,78% per September 2023, mengungguli sejumlah bank konvensional ternama. Allo Bank bahkan membukukan peningkatan NIM dari 6,01% pada September 2022 menjadi 8,82% pada September 2023.
Tak kalah menariknya, bank digital baru seperti Superbank mencatatkan lonjakan NIM yang mencengangkan dari 4,24% pada September 2022 menjadi 6,81% pada September 2023. PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB), meskipun belum melaporkan kinerja keuangannya pada kuartal III/2023, menjadi bank digital yang mencuri perhatian dengan NIM jumbo sebesar 16,15% per Juni 2023, naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 10,16%.
Pertanyaannya, mengapa bank-bank digital ini mampu mencatatkan NIM yang begitu tinggi? Menurut Amin Nurdin, seorang pakar dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), rahasianya terletak pada suku bunga. “Yang menyebabkan tingkat tingginya NIM adalah tingkat suku bunga, selain itu likuiditas yang dimiliki bank. Jadi kalau melihat bank-bank digital itu jauh lebih tinggi wajar karena mereka mematok suku bunga tinggi,” jelasnya.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa bank digital menerapkan strategi berbeda dalam menentukan suku bunga. Mereka mendapatkan pendanaan dengan menawarkan suku bunga simpanan yang tinggi, kemudian menerapkan suku bunga pinjaman kepada debitur yang juga di atas rata-rata industri. Sebuah formulasi yang terbilang efektif untuk memastikan NIM mereka tetap mengkilap.
Namun, di tengah gemerlapnya kemenangan bank digital, OJK tetap bersiap menghadirkan aturan transparansi suku bunga guna menjaga keseimbangan dan keadilan dalam industri perbankan. Meski belum ada detil resmi terkait aturan tersebut, ekspektasi dan spekulasi tengah berkembang di kalangan pelaku industri. Beberapa analis memperkirakan bahwa aturan ini akan menghadirkan era baru dalam dunia perbankan Indonesia, di mana transparansi dan akuntabilitas menjadi pilar utama dalam setiap langkah yang diambil.
Dalam wawancara terpisah, Dian Ediana Rae menegaskan bahwa aturan transparansi suku bunga tidak hanya sekadar regulasi biasa. “Ini adalah langkah serius untuk mengendalikan NIM perbankan dan menjaga stabilitas ekonomi. Kami ingin menciptakan lingkungan yang adil dan seimbang bagi semua pihak,” tandasnya.
Baca Juga : Best Fashion Styles 2023
Seiring dengan kesiapan bank-bank digital dalam menghadapi aturan baru ini, masyarakat pun semakin cermat dalam memilih produk perbankan. Kehadiran bank digital dengan NIM yang tinggi tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian nasabah. Namun, tetap ada pertanyaan besar: apakah bank-bank digital akan mampu mempertahankan NIM tinggi mereka di tengah gejolak aturan baru yang tengah diolah OJK?
Mungkin ini adalah babak baru dalam perjalanan panjang perbankan Indonesia. Sebuah drama yang makin membingungkan, di mana setiap pihak mencoba mempertahankan keunggulan mereka. Satu yang pasti, panggung perbankan Tanah Air tengah menjadi tontonan menarik bagi semua kalangan. Mari kita saksikan bersama bagaimana alur cerita ini akan terus berkembang, apakah bank-bank digital akan terus melambung tinggi ataukah aturan baru OJK akan menjadi pencerita baru dalam panggung perbankan Indonesia.