BiografiStory

Abdul Qahhar Mudzakkar, Dari Pejuang Kemerdekaan hingga Pemimpin Gerakan Separatis

Abdul Qahhar Mudzakkar, Dari Pejuang Kemerdekaan hingga Pemimpin Gerakan Separatis

Aneka Jateng, Tokoh Penting Sejarah Indonesia – Dalam perjalanan sejarah Indonesia, nama Abdul Qahhar Mudzakkar sering kali muncul sebagai sosok yang kontroversial. Sebagian mengenalnya sebagai pejuang kemerdekaan, namun banyak juga yang mengingatnya sebagai pemimpin gerakan separatis.

Padahal, bila kita telusuri lebih dalam, kisah hidup Abdul Qahhar Mudzakkar menyimpan potret perjuangan yang rumit, dilema identitas, dan ketidakpuasan terhadap sistem yang tidak memberinya ruang untuk berkembang sesuai idealismenya.

Artikel ini akan mengupas lebih jauh perjalanan hidup Abdul Qahhar Mudzakkar, dari masa kecil hingga akhir hayatnya, dan bagaimana peran serta pengaruhnya dalam sejarah bangsa Indonesia yang tidak bisa dihapus begitu saja.

Awal Kehidupan: Tumbuh di Tengah Budaya dan Tradisi

Abdul Qahhar Mudzakkar lahir pada 24 Maret 1921 di Kampung Lanipa, distrik Ponrang, Sulawesi Selatan. Ia berasal dari keluarga bangsawan, ayahnya bernama Malinrang, seorang tokoh yang cukup terpandang dan kaya di Luwu. Namun meski lahir dari keluarga ningrat, sejak kecil Abdul Qahhar Mudzakkar sudah menunjukkan sikap kritis terhadap feodalisme. Ini menjadi awal dari kisah panjangnya sebagai sosok yang selalu ingin berseberangan dengan sistem yang menurutnya tidak adil.

Pendidikan formal Abdul Qahhar Mudzakkar dimulai dari sekolah rakyat di kampung halamannya, kemudian berlanjut ke Solo, Jawa Tengah, untuk menempuh pendidikan di Sekolah Muallimin Muhammadiyah. Namun, pendidikannya di sana tidak selesai karena ia menikah dengan seorang gadis Jawa, yang sempat menjadi kontroversi dalam keluarganya. Peristiwa ini mencerminkan bahwa Abdul Qahhar Mudzakkar adalah pribadi yang berani mengambil keputusan sendiri, meskipun hal itu bertentangan dengan norma keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Sepulang ke kampung, Abdul Qahhar Mudzakkar aktif dalam organisasi kepanduan Hizbul Wathan yang berafiliasi dengan Muhammadiyah. Ketika Jepang datang ke Indonesia, ia menaruh harapan besar terhadap kekuatan asing itu yang dianggap bisa membebaskan Indonesia dari Belanda. Semangat dan idealisme Abdul Qahhar Mudzakkar begitu besar hingga rela bersepeda jauh hanya untuk bertemu pimpinan militer Jepang di Rappang. Ia kemudian bekerja sebagai pegawai Nippon Dohopo di Makassar selama masa pendudukan Jepang.

Kiprah Politik dan Militer di Awal Kemerdekaan

Setelah proklamasi kemerdekaan, Abdul Qahhar Mudzakkar kembali menunjukkan semangat nasionalismenya dengan mendirikan Gerakan Pemuda Indonesia Sulawesi (GEPIS), yang kemudian bertransformasi menjadi Angkatan Pemuda Indonesia Sulawesi (APIS). Organisasi ini menjadi bagian dari Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan berperan aktif dalam Rapat Akbar Ikada di Jakarta, sebuah momen penting dalam sejarah revolusi Indonesia. Dalam rapat tersebut, Abdul Qahhar Mudzakkar dengan berani membawa sebilah golok untuk melindungi Soekarno dan Hatta dari tentara Jepang.

Baca Juga : Abdul Haris Nasution : Jenderal Besar, Konseptor Perang Gerilya dan Dwifungsi ABRI

Bersama dengan API, Abdul Qahhar Mudzakkar ikut terlibat dalam pembentukan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), organisasi yang secara fisik melawan kembalinya penjajah. Ia bahkan terlibat dalam operasi pembebasan 800 tahanan di Nusakambangan, yang sebagian besar adalah laskar dari Bugis-Makassar. Para laskar ini kemudian dilatih secara militer dan menjadi bagian dari Angkatan Perang Republik Indonesia. Namun demikian, Abdul Qahhar Mudzakkar tidak bertahan lama di KRIS karena sejak awal ia merasa tidak sejalan dengan pola kepemimpinan dalam organisasi tersebut.

Karier militernya sempat bersinar ketika ia dipercaya menjadi Komandan Persiapan Tentara Republik Indonesia (TRI) di Sulawesi. Namun, ketegangan mulai muncul ketika posisinya digeser oleh perwira-perwira yang lebih memiliki latar belakang pendidikan militer formal. Abdul Qahhar Mudzakkar merasa dipinggirkan, meskipun pengaruhnya sangat besar di kalangan prajurit. Ketika Letkol J.F Warouw dan Letkol Lembong memimpin Brigade XVI, Abdul Qahhar Mudzakkar menolak mengakui mereka dan bahkan mengeluarkan perintah agar prajurit tidak berhubungan dengan kedua pemimpin tersebut tanpa seizin dirinya.

Kekecewaan yang Menjadi Bahan Bakar Perlawanan

Salah satu sumber kekecewaan terbesar Abdul Qahhar Mudzakkar adalah ketidakadilannya dalam struktur militer Indonesia. Ia melihat bahwa perwira-perwira dari Minahasa lebih diutamakan dalam posisi strategis, sementara tokoh dari luar Jawa atau dari kelompok non-formal seperti dirinya tidak mendapat ruang yang sama. Rasa tidak puas ini diperparah ketika pemerintah menolak keinginan masyarakat Bugis-Makassar untuk membentuk satuan militer mandiri dengan nama Hasanuddin, yang merupakan simbol perjuangan mereka.

Related posts

Mengenal Dewa Tertinggi Nornir dalam Mitologi Nordik

Imam

Mengenal Lebih Dekat Unukalhai, Bintang Raksasa Merah dari Rasi Serpens Caput

Editor

Ophiuchus, Menguak Misteri Zodiak Ke-13 yang Mengguncang Dunia Astrologi

Editor

Leave a Comment