Education

Menguak Sejarah Rebo Wekasan: Tradisi Kuno dengan Nuansa Spiritual yang Terus Lestari

Rebo Wekasan

Aneka Jateng – Sejarah panjang tradisi Rebo Wekasan membawa kita kembali ke masa ketika Islam mulai berakulturasi dengan budaya lokal di tanah Jawa. Tradisi ini, meski tampak sederhana, menyimpan makna yang mendalam dan merupakan salah satu warisan budaya yang terus hidup hingga sekarang. Namun, pernahkah kita bertanya-tanya, dari mana asal mula tradisi ini? Dan bagaimana tradisi ini bisa bertahan dalam kehidupan masyarakat Jawa yang semakin modern?

Ternyata, Rebo Wekasan tidak lepas dari pengaruh orang-orang Muslim Champa yang datang ke Nusantara pada masa lalu. Dalam buku ‘Sejarah Lengkap Islam Jawa: Menelusuri Genealogi Corak Islam Tradisi’ karya Husnul Hakim, disebutkan bahwa tradisi Rebo Wekasan adalah salah satu dari sekian banyak tradisi keagamaan yang diperkenalkan oleh Muslim Champa kepada masyarakat Jawa.

Muslim Champa dikenal sebagai masyarakat yang cenderung menggunakan pendekatan sufisme, sebuah aliran mistik dalam Islam yang menekankan pada aspek spiritual dan pengalaman langsung dengan Tuhan.

Melalui pendekatan sufistik ini, berbagai tradisi Islam diwarnai dengan praktik-praktik yang kaya akan simbolisme dan makna, termasuk dalam memperingati hari-hari besar Islam.

Muslim Champa, dengan pendekatan sufismenya, memperkenalkan berbagai tradisi kepada masyarakat Jawa, seperti perayaan Hari Asyuro, Nisfu Sya’ban, Maulid Nabi Muhammad SAW, dan tentu saja, Rebo Wekasan.

Rebo Wekasan sendiri dirayakan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar, bulan kedua dalam kalender Hijriah, yang dipercaya sebagai bulan yang penuh dengan kesialan dan musibah. Pada saat itu, masyarakat Jawa mempercayai bahwa bulan Safar membawa banyak keburukan, sehingga diperlukan berbagai ritual dan doa untuk menangkal bencana yang mungkin datang.

Kepercayaan akan bulan Safar sebagai bulan yang tidak menguntungkan ini tidak hanya terbatas pada masyarakat Jawa saja. Dalam banyak budaya Islam di seluruh dunia, bulan Safar sering kali dianggap sebagai bulan yang penuh ujian dan cobaan.

Namun, uniknya, di Jawa, kepercayaan ini berkembang menjadi sebuah tradisi yang sangat khas, dengan ritual-ritual yang disesuaikan dengan budaya lokal. Rebo Wekasan, sebagai puncak dari kepercayaan tersebut, menjadi hari yang sangat penting di mana masyarakat berkumpul untuk berdoa dan melaksanakan berbagai amalan dengan harapan terhindar dari marabahaya.

Rebo Wekasan pada Masa Sunan Giri

Tak bisa dipungkiri, bahwa penyebaran Islam di Jawa tak lepas dari peran para Wali Songo, tokoh-tokoh sufi yang berjasa besar dalam menyebarkan agama Islam dengan pendekatan yang lekat dengan budaya setempat.

Salah satu tokoh yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa adalah Sunan Giri, seorang wali yang dikenal dengan dakwahnya yang bijaksana dan penuh kearifan lokal. Dalam buku ‘Historiografi Sejarah Lokal Gresik’ karya Ahmad Ali Murtadho, disebutkan bahwa tradisi Rebo Wekasan sudah ada sejak masa kejayaan Sunan Giri.

Sunan Giri adalah salah satu dari sembilan wali yang terkenal sebagai penyebar Islam di Pulau Jawa. Beliau dikenal sebagai ulama yang menggunakan metode dakwah yang bijak, dengan memadukan ajaran Islam dengan budaya lokal. Salah satu bentuk dakwahnya adalah melalui pengenalan tradisi Rebo Wekasan kepada masyarakat sekitar Gresik, Jawa Timur.

Baca Juga : Kapan Rebo Wekasan 2024? Ini Tanggal Penting yang Harus Anda Tahu!

Sunan Giri dan para wali lainnya memahami betul pentingnya menjaga harmoni antara ajaran agama dengan kearifan lokal. Oleh karena itu, Rebo Wekasan dijadikan sebagai salah satu cara untuk menarik simpati masyarakat lokal terhadap Islam, sekaligus untuk memperkuat iman dan ketaqwaan mereka.

Pada masa itu, bulan Safar sering kali diasosiasikan dengan hal-hal yang kurang menyenangkan. Masyarakat meyakini bahwa bulan ini membawa banyak bencana dan musibah.

Untuk menangkal berbagai bentuk keburukan tersebut, Sunan Giri memperkenalkan berbagai ritual keagamaan yang kemudian dikenal dengan tradisi Rebo Wekasan. Ritual ini diisi dengan berbagai doa, salat, dan sedekah yang bertujuan untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari segala bentuk musibah.

Keyakinan ini kemudian menyebar luas dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Hingga kini, meskipun sudah ratusan tahun berlalu, tradisi Rebo Wekasan tetap dilaksanakan oleh sebagian masyarakat sebagai bentuk warisan dari leluhur mereka.

Bahkan, di beberapa daerah, tradisi ini terus berkembang dan mengalami berbagai adaptasi, namun esensinya tetap sama, yaitu untuk memohon keselamatan dan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Ragam Tradisi Rebo Wekasan di Berbagai Daerah

Meskipun memiliki akar yang sama, tradisi Rebo Wekasan ternyata memiliki variasi yang cukup beragam di berbagai daerah. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor budaya, kepercayaan turun-temurun, serta adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Misalnya, di wilayah Kudus, tradisi Rebo Wekasan memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dari daerah lain.

Dalam jurnal ‘Rebo Wekasan Menurut Perspektif KH Abdul Hamid dalam Kanz Al-Najah Wa Al-Surur’ karya Umma Farida, dijelaskan bahwa di Kudus, masyarakat melaksanakan berbagai amalan khusus pada hari Rebo Wekasan.

Salah satu amalan yang sering dilakukan adalah sholat sunnah empat rakaat. Sholat ini dilaksanakan dengan penuh kekhusyukan, diiringi dengan bacaan doa-doa yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an. Sholat ini dipercaya dapat menjadi perisai yang kuat untuk menangkal berbagai bentuk bencana yang mungkin datang.

Related posts

Mengenal Lebih Dalam Tentang Perubahan Wujud Zat: Proses Alami yang Sering Terjadi di Sekitar Kita

Imam

Inilah Syarat dan Cara Mendaftar SNBP 2024

Imam

Industri Tenun di Jawa Tengah: Warisan Budaya yang Tetap Bertahan di Era Modern

Imam

Leave a Comment